Daftar Isi
Epilepsi, Gangguan Saraf yang Sering Disalahpahami
Epilepsi atau ayan adalah gangguan sistem saraf pusat yang menyebabkan kejang berulang akibat aktivitas listrik abnormal di otak. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang keliru memahami penyakit ini. Bahkan, tak jarang epilepsi dianggap sebagai kutukan, guna-guna, atau gangguan jiwa.
Padahal, menurut dr Aris Catur Buntoro, SpN, Subsp.NNET (K), dari Kelompok Kerja Epilepsi dan EEG, Perdosni Pusat, epilepsi bisa ditangani dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat.
“Epilepsi bukan kutukan, bukan gangguan jiwa. Banyak pasien bisa menjalani hidup normal jika mendapatkan penanganan yang sesuai,” jelas dr Aris pada Jumat (18/7/2025).
Gejala Epilepsi Tidak Selalu Dramatis
Epilepsi kerap disalahartikan karena gejalanya tidak selalu berupa kejang hebat. Beberapa tanda epilepsi yang sering terabaikan antara lain:
-
Melamun mendadak
-
Gerakan tubuh berulang yang aneh
-
Kehilangan kesadaran sesaat
Minimnya pemahaman tentang gejala ini membuat banyak pasien epilepsi merasa terisolasi. Bahkan, di lingkungan keluarga sekalipun, penderita epilepsi sering dikucilkan.
Stigma Membuat Pasien Epilepsi Menarik Diri
Banyak penderita epilepsi merasa takut menjalani aktivitas sehari-hari karena risiko kejang yang bisa datang tanpa peringatan. Akibatnya, mereka sering menarik diri dari lingkungan sosial.
“Takut jatuh, cedera, atau menjadi perhatian orang sekitar membuat sebagian besar pasien menarik diri dari aktivitas sosialnya. Banyak juga yang kehilangan pekerjaan karena dianggap tidak mampu,” ungkap dr Aris.
Diagnosis Epilepsi Butuh Pemeriksaan Khusus
Untuk memastikan diagnosis epilepsi, diperlukan pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) guna merekam aktivitas listrik di otak. Pemeriksaan ini membantu dokter mengenali pola-pola khusus yang menunjukkan adanya epilepsi.
Sayangnya, alat EEG masih terbatas di Indonesia dan umumnya hanya tersedia di rumah sakit besar tipe A, B, atau sebagian tipe C.
Lebih dari Satu Juta Orang di Indonesia Mengidap Epilepsi
Menurut data Kementerian Kesehatan RI, setidaknya lebih dari satu juta orang di Indonesia hidup dengan epilepsi. Namun, sebagian besar belum mendapatkan diagnosis yang tepat dan pengobatan yang sesuai.
“Banyak pasien epilepsi yang tidak tertangani secara optimal karena stigma atau lebih memilih pengobatan tradisional yang justru berisiko memperburuk kondisi,” ujar dr Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI.
Kendala Penanganan Epilepsi di Indonesia
Selain stigma, ada beberapa kendala dalam penanganan epilepsi di Indonesia, antara lain:
-
Terbatasnya akses ke layanan neurologi, terutama di daerah terpencil
-
Minimnya jumlah dokter spesialis saraf (neurolog)
-
Penyebaran tenaga medis yang belum merata
Pentingnya Edukasi untuk Menghilangkan Stigma
Epilepsi adalah penyakit medis yang bisa dikendalikan. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan edukasi kepada masyarakat agar stigma terhadap penderita epilepsi bisa dihilangkan.
Dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, penderita epilepsi bisa menjalani hidup normal tanpa harus khawatir dikucilkan atau kehilangan kesempatan dalam kehidupan sosial dan pekerjaan.